- Ujung sebelah Utara dari propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan puncak gunung Merapi yang memiliki ketinggian lk.
2920 meter diatas permukaan laut. Oleh para ahli gunung berapi
(vulcanolog) internasional, gunung api ini sangat terkenal karena bentuk
letusannya yang khas dan sejenis dengan letusan gunung api Visuvius di
Italia. Sampai saat ini gunung ini gunung Merapi sangat aktif Puncaknya
mengepulkan asap, yang merupakan panorama khas yang melatar-belakangi
pemandangan kota Yogyakarta sebelah Utara.Luas Propinsi Daerah Istimewa, lebih kurang 3.186 Km2
berpenduduk 3.020.837 orang (data Juni 1990) dan terbagi menjadi 5
Daerah tingkat II, yakni : Kotamadya Yogyakarta, yang merupakan Ibu kota
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Sleman, dengan Ibukota
Beran Kabupaten Bantul, dengan ibukota Bantul Kabupaten Kulonprogo,
dengan Ibukota kota Wates.
Setelah wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX sebagi Guberneur Kepala Daerah Tingkat I Daerah Istimewa Yogyakarta , Pejabat Gubernur Kepala Daerah Propinsi DIY dijabat oleh Sri Paku Alam VIII yang sebelumnya sebagai Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta
- Antara tahun 1568 – 1586 di
pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan Pajang yang diperintah oleh
Sultan Hadiwijaya, di mana semasa mudanya beliau terkenal dengan nama
Jaka Tingkir. Dalam pertikaian dengan Adipati dari Jipang yang bernama
Arya Penangsang, beliau berhasil mucul sebagai pemenang atas bantuan
dari beberapa orang panglima perangnya, antara lain Ki Ageng Pemanahan
dan putera kandungnya yang bernama Bagus Sutawijaya, seorang Hangabehi
yang bertempat tinggal di sebelah utara pasar dan oleh karenanya beliau
mendapat sebutan : Ngabehi Loring Pasr. Sebagai balas jasa kepada Ki
Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang kemudian memberikan
anugerah sebidang daerah yang disebut Bumi Menataok, yang masih berupa
hutan belantara, dan kemudian dibangun mejadi sebuah “tanah perdikan”.
Sesurut Kerajaan Pajang, Bagus Sutawijaya yang juga menjadi putra angkat
Sultan Pajang, kemudian mendirikan Kerajaan Mataram di atas Bumi
Mentaok dan mengakat diri sebagai Raja dengan gelar Panembahan Senopati.
Salah seoran putera beliau dari pekawinannya dengan
Retno Dumilah, putri Adipati Madiun, memerintah Kerajaan Mataram sebagai
Raja ketiga, dan bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo, Beliau adalah
seorang patriot sejati dan terkenal dengan perjuangan beliau merebut
kota Batavia, yang dekarang disebut Jakarta, dari kekuasaan VOC, suatu
organisasi dagang Belanda. Waktu terus berjalan dan peristiwa silih
berganti.
Pada permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Paku Buwono ke II. Setelah beliau mangkat, terjadilah pertikaian keluarga, antara salah seorang putra beliau dengan salah seorang adik beliau, yang merupakan pula hasil hasutan dari penjajah Belanda yang berkuasa saat itu. Petikaian itu dapat diselesaikan dengan bik melalui Perjanjian Ginyanti, yang terjadi pada tahun 1755, yang isi pokoknya adalah Palihan Nagari, yang artinya pembagian Kerajaan menjadi dua, yakni Kerajaan Surakata Hadiningrat dibawah pemerintah putera Sunan Paku Buwono ke-III, dan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dibawah pemerintahan adik kandung Sri Sunan Paku Buwono ke-II yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ini kemudian lazim disebut sebagai Yogyakarta dan sering disingkat menjadi Jogja.
Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian dari wilayah Kerajaannya yang terletak di sebelah Barat sungai Progo, kepada salah seorang puteranya yang bernama Pangeran Notokusumo untuk memerintah di daerah itu secara bebas, dengan kedaulatan yang penuh. Pangeran Notokusumo selanjutnya bergelar sebagai Sri Paku Alam I, sedang daerah kekuasaan beliau disebut Adikarto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, beliau menyatakan sepenuhnya berdiri di belakang Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari negara persatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya bersatatus Daerah Istimewa Yogyakarta (setingkat dengan Propinsi), sampai sekarang.
- Selanjutnya diikuti dengan
berdirinya akademi di bidang kesenian(Akademi Seni Rupa Indonesia dan
Akademi Musik Indonesia), serta sekolah tinggi di bidang agama Islam
(Perguruan Tinggi Agama Islam Negaeri, yang selanjutnya menjadi IAIN
Sunan Kalijaga). Pada waktu selanjutnya juga bediri lembaga-lembaga
pendidikan baik negeri maupun swasta di kota Yogyakarta, sehingga hampir
tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di kota ini. Hal
ini menjadikan kota Jogja tumbul menjadi kota pelajar dan pusat
pendidikan. Sarana mobilitas paling populer di kalangan
pelajar,mahasiswa,karyawan,pegawai,pedagang dan masyarakat umum adalah
sepeda dan sepeda motor, yang merupakan sarana trasportasi yang
digunakan baik siang mupun di malam hari. Hal ini menjadika Jogja juga
dikenal dengan sebutan kota sepeda.
- Pada hakekatnya, seni budaya
yang asli dan indah selalu terdapat di lingkunggan kraton dan daerah
disekitarnya. Sebagai bekas suatu Kerajaan yang besar, maka Yogyakarta
memiliki kesenian dan kebudayaan yang tinggi dan bahkan merupakan pusat
sumber seni budaya Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari peninggalan
seni-budaya yang dapat kita saksikan pada pahatan pada monumen-monumen
peninggalan sejarah seperti candi-candi, istana Sultan dan tempat-tempat
lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana. Dan sebagian dapat
disaksikan pada moseum-moseum budaya.Kehidupan seni tari dan seni lainnya juga masih
berkembang pesat di kota Jogja serta nilai-nilai budaya masyarakat Jogja
terukap pula dalam bentuk arsitektur rumah penduduk, dengan bentuk
joglonya yang banyak dikenal di seluruh Indonesia. Andhong antik di
Jogja memperkuat kesan, bahwa Yogyakarta masih memiliki nilai-nilai
tradisional. Seniman terkenal dan seniman besar besar yang ada di
Indonesia saat ini, banyak yang didik dan digembleng di Yogyakarta.
Sederetan nama seniman seperti Affandi, Bagong Kusdiharjo, Edi Sunarso,
Saptoto, Amri Yahya, Kuswadji Kawindro Susanto dan lain-lain merupakan
nama-nama yang ikut memperkuat pernanan Yogyakarta sebagai Pusat
Kebudayaan.
- Pada masa sekarang, seluruh
predikat Yogyakarta luluh mejadi satu dan berkembang menjadi satu
dimensi baru : Yogyakarta Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Keramah tamahan
yang tulus, khas Yogyakarta, akan menyambut para wisatawan di saat
mereka datang, sengan kemesraan yang dalam akan mengiring, saat mereka
meninggalkan Yogya, dengan membawa kenangan manisyang tidak akan mereka
lupakan sepanjang masa. Perananya sebagai kota Perjuangan, daerah Pelajar dan
Pusat Pendidikan, serta daerah Kebudayaan, ditunjang oleh panorama yang
indah, telah mengangkat Yogyakarta sebagai Daerah yang menarik untuk
dikunjungi dan mempesona untuk disaksikan. Yogyakarta juga memiliki
berbagai fasilitas dengan kualitas yang memadai yang tersedia dalam
jumlah yang cukup, Kesemuanya itu akan bisa memperlancar dan memberi
kemudahaan bagi para wisatawan yang berkunjung ke kota Yogya. Sarana
transportasi, akomodasi dan berbagai sarana penunjang lainnya, seperti
santapan makan-minum yang lezat, serta aneka ragam cinderamata, mudah
diperoleh di mana-mana.